Sabtu ini, Lyn akan memperdengarkan suaranya yang aduhai dan sekaligus akan mengucapkan selamat tinggal pada diri gue yang malang ini.
Dengan kecekatan gue, Honda Jass gue pun sampai tepat pada waktunya di tempat perlombaan yang sebenarnya nggak terlalu bagus. Dilihat dari mana pun juga, tempat ini kurang layak bagi seorang Tom Cruise (sembilan puluh tahun) kayak gue ini. Lihat saja, daun-daun kuning rontok di sembarang tempat, di sepanjang gedung itu pun hanya terlihat satu tempat sampah saja yang berdiri dengan kokohnya bak tugu monas.
Tapi walau pun seperti ini keadaannya, sebagai seorang cowok yang telah belajar menjadi ’sensual’ kepada anjing peliharaannya, gue harus memasuki gedung ini dengan langkah yang pasti demi calon istri masa depan gue. Ca’elaaaah...
Di panggung yang telah didesign sedemikian rupa, terlihat Lyn sedang berdiri di antara para kontestan lainnya. Ia seperti burung gagak di antara kawanan angsa. Gimana, sih Lyn ini? Selera berpakaiannya rendah sekali.
Akhirnya Lyn pun mendapat giliran untuk menampilkan kebolehannya. Sebelum bernyanyi dia menarik napas terlebih dahulu dan membuka mulut. Lebaaaar...
Untung di sini nggak ada lalat hijau, bisa-bisa dia batuk-batuk habis nelen itu lalat. Hehe.
For a shield from the storm
For a friend
For a love to keep me safe and warm
I turn to you
For the strength to be strong
For the will to carry on
For everything you do
For everything that’s true
I turn to you…
Itulah sepenggal syair yang dinyanyikan oleh Christina Aguilera gadungan, yang tak lain dan tak bukan adalah pacar gue sendiri.
Lyn mengakhiri lagu itu dengan lirikan matanya kepadaku. Gue pun nggak mau kalah, gue balas lirikannya dengan goyang mautnya Inul. Lho...
Suaranya yang pas-pasan membuatnya tersingkir dari juara I dan II. Tetapi dia berhasil membawa pulang piala juara... bukan juara III, melainkan juara harapan III!!!! Baguslah masih dapat piala.
Di bandara yang luas dan bersih ~berbeda dari tempat lomba itu~ gue berjalan di sebelah Lyn. Berjalan sambil membawa kopernya yang berat. Beginilah pengorbanan yang seharusnya tidak gue lakukan bila masih nge-jomblo.
”Dun, sampai sini saja nganternya.” katanya sambil mengambil alih kopernya dari tangan gue.
”Bener sampai sini aja?” Gue menunjukkan wajah care gue sama dia.
”Dun, pengetahuan umum loe seluas apa, sih? ’Kan yang nggak punya tiket dan passport cuma boleh sampai sini doang. Ada tulisannya lagi, pas di atas kepala loe yang nggak ada isinya itu.”
Gue nyengir kuda...
”Sudah, ya Dun. Nyokap gue uda manggil-manggil begitu. ’Kan kalo dia sampai manggil satpam buat ngusir loe yang menghalangi kepergian anaknya ini bisa berabe nanti. Hehe...”
”Ya, sudah. Hati-hati, ya baby (baca: beybeh). Jangan lupa, sampai Jerman langsung telepon gue!!”
Lyn tersenyum, ”Iya, tapi elo yang lebih sering telepon gue lho, maklum biaya teleponnya mahal. Lagian elo’ kan belom bayar utang gue yang waktu itu.” Lyn menggoda gue sambil melangkahkan kakinya menjauh.
Dasar, dia masih inget aja gue masih ngutang sama dia.
”Bye bye, Lyn!!!” Gue menambah volume suara.
Lyn pun menengok dari jauh dan melambaikan tangannya. Kemudian dia kembali melangkah. Terlihat semakin kecil, kecil, dan akhirnya dia menghilang di ujung pandanganku.
Udara di dalam bandara terasa begitu sejuk (’kan pake ac). Entah mengapa, luasnya bandara ini masih begitu terasa sempit bagi gue dan Lyn. Dan sebesar apa pun lautan yang memisahkan kami, pasti akan dapat kami seberangi tanpa perlu ada air mata lagi.
Wuuuung...
Suara pesawat terbang yang menyapu desiran angin pun berakhir di balik awan.
0 komentar:
Posting Komentar