Bapak & Model Kalender (Nauzubillah himin zaliq)

Oke, postingan hari ini cukup agak menggelikan dan mengejutkan. Mengapa?? Karena gw beserta teman-teman kampus berhasil menguak misteri berdarah salah satu dosen yang mengajar di Univ B**** (sensor dulu) hehe, sebut saja Bapak Yana :p.

Sabtu, 14 Juni 2008... Saat pelajaran elemen mesin berlangsung dengan hikmatnya, dari sudut kiri, tengah, kanan, depan, dan belakang begitu memperhatikan mata kuliah yang diajar oleh Bapak Yana (tepatnya belajar sambil berkomentar). Gak lama kemudian sang bapak mulai menjelaskan dengan mengambil posisi yang tampaknya wuenaaaaaak tenan, yaitu duduk di atas meja dosen yang seharusnya tidak boleh, tidak diijinkan, dan sangat dilarang untuk ia lakukan karena perbuatannya itu merupakan suatu awal dari musibah yang mengorbankan banyak anak didiknya.

"Hihii..." Eh eh, gw mendengar tawa makhluk di belakang gw.

"Hihihihi... hiiiihiihi." Gilang dan David tertawa kecil, ketawa mesum bukan y???

Dengan rasa penasaran terhadap apa yang mereka tertawakan, gw kembali memperhatikan buku yang ada di hadapan gw sambil bengong-bengong sendiri secara gw ga ngerti apa yg diomongin dosen. Ga lama tatapan gw tertuju pada Lusi dan Merci yang sehabis berbicara dengan Gilang, mereka langsung tertawa ga karuan sambil ditahan-tahan biar ga kedengeran dan mungkin biar mereka tampak anggun kalo tertawa. Sumpah, gw makin penasaran. Otak cerdas nan lemot milik gw ini semakin bekerja dengan keras mencoba mengetahui sisi gelap yang sedang ditertawakan mereka.

Kemudian gw melihat Lusi nunjuk-nunjuk ke depan, ke arah dosen tapi... Kelemotan gw masih menghambat gw untuk mengerti apa yg dimaksud oleh telunjuknya Lusi. Tiba-tiba rasa penasaran gw terpuaskan. Tiwi yang duduk di sebelah gw tiba-tiba ikutan ketawa heboh sambil nyebut-nyebut nama gw (uda kayak baca mantra aja die).

"Van...Van.. Hihihi.."

"Napa Wi?" Gw nanya makin penasaran.

"Lo tau ga seh, mereka ngetawain apa? Hihi..Hi..Hi..Hhh..Hiii..."

Waduh, sabar wi. Ngomong uda kayak orang sesek napas aja... "Gak tau, mang ada apa?"

"Lo liat Bapak Yana ga??"

Seketika itu juga gw menatap sang bapak dosen yang dedang duduk berpose di atas meja dosen.
"Kata Gilang, bapaknya mirip model kalender. HUAHAHAHA!"

Gw bengong sebentar, cukup 3 detik untuk mencerna tawa Tiwi dan... "HUAHAHAHA!"Gw pun ga kuasa lagi menahan tawa yang sempat terkubur dalam.

"HUAHAHAHAHAA!!!" Nauzubilah himin zaliq Tiwiiiii... Ketawanya makin heboh aja...

Pendengaran Billy yang duduk di depan tampaknya cukup tajam. Dia langsung menoleh ke arah belakang dan dia menatap gw tajam. Oh oh ada apa ini?? Sang pakar MLM menatap gw dengan seribu arti yang tak bisa terartikan??! Oh oh...

"Kenapa lo Van?" Sekali lagi dia natap gw sambil senyum-senyum geje terbawa arus tawa gw.

"Hihihi... Tanya Gilang deh."

Gak lama dia nanya Gilang dan ga pelak lagi... "Wkwkwk Ihihihihi!! parah parah... Hihihi" Tawanya cukup membahana di balik awan.

Akhirnya terjadilah tawa estafet yang menggelikan di ruangan kelas, sumpah ribut banget...

"Hahahaha...hihhhii....wkwkwk...shhhh...ssshhh....ckikikik..." Sumpah, bermacam-macam jenis tawa terdengar di penjuru bumi... Kacau... Nauzubillah himin zaliq (gw lagi demen nyebut ni kata hahaha, thx tiwi...).

Lalu Evani yang duduk di depan Tiwi menengok ke belakang dan nanya, "Kenapa c?" Mungkin dy merasa terganggu dengan keributan yg terjadi.

Eli pun ikut serta membantu Evani, "Kok pada ketawa c?"

Baru aja gw pengen menjelaskan kejadian bodoh itu, Tiwi langsung menyela gw, "Ahhh jangan Van... Jangan... " Apa coba??? "Jangan..." Agaknya kata-kata itu cukup mengganggu.

"Mang kenapa Wi?"

"Kasian bapaknya... Hahaha."

Gw hanya bisa diem, memikirkan perkataan Tiwi. Kalo kasian napa masih ketawa????? Nauzubillah himin zaliq!!!!!!!!!!

Akhirnya sampai sekarang Evani dan Eli tetap tidak mengerti apa yang kita tertawakan, kasian mereka... huhuhu

In The Same Earth (6) - NYANYIAN AWAL PERJALANAN

Sabtu ini, Lyn akan memperdengarkan suaranya yang aduhai dan sekaligus akan mengucapkan selamat tinggal pada diri gue yang malang ini.

Dengan kecekatan gue, Honda Jass gue pun sampai tepat pada waktunya di tempat perlombaan yang sebenarnya nggak terlalu bagus. Dilihat dari mana pun juga, tempat ini kurang layak bagi seorang Tom Cruise (sembilan puluh tahun) kayak gue ini. Lihat saja, daun-daun kuning rontok di sembarang tempat, di sepanjang gedung itu pun hanya terlihat satu tempat sampah saja yang berdiri dengan kokohnya bak tugu monas.

Tapi walau pun seperti ini keadaannya, sebagai seorang cowok yang telah belajar menjadi ’sensual’ kepada anjing peliharaannya, gue harus memasuki gedung ini dengan langkah yang pasti demi calon istri masa depan gue. Ca’elaaaah...

Di panggung yang telah didesign sedemikian rupa, terlihat Lyn sedang berdiri di antara para kontestan lainnya. Ia seperti burung gagak di antara kawanan angsa. Gimana, sih Lyn ini? Selera berpakaiannya rendah sekali.

Akhirnya Lyn pun mendapat giliran untuk menampilkan kebolehannya. Sebelum bernyanyi dia menarik napas terlebih dahulu dan membuka mulut. Lebaaaar...

Untung di sini nggak ada lalat hijau, bisa-bisa dia batuk-batuk habis nelen itu lalat. Hehe.

For a shield from the storm

For a friend

For a love to keep me safe and warm

I turn to you

For the strength to be strong

For the will to carry on

For everything you do

For everything that’s true

I turn to you…

Itulah sepenggal syair yang dinyanyikan oleh Christina Aguilera gadungan, yang tak lain dan tak bukan adalah pacar gue sendiri.

Lyn mengakhiri lagu itu dengan lirikan matanya kepadaku. Gue pun nggak mau kalah, gue balas lirikannya dengan goyang mautnya Inul. Lho...

Suaranya yang pas-pasan membuatnya tersingkir dari juara I dan II. Tetapi dia berhasil membawa pulang piala juara... bukan juara III, melainkan juara harapan III!!!! Baguslah masih dapat piala.

Di bandara yang luas dan bersih ~berbeda dari tempat lomba itu~ gue berjalan di sebelah Lyn. Berjalan sambil membawa kopernya yang berat. Beginilah pengorbanan yang seharusnya tidak gue lakukan bila masih nge-jomblo.

”Dun, sampai sini saja nganternya.” katanya sambil mengambil alih kopernya dari tangan gue.

”Bener sampai sini aja?” Gue menunjukkan wajah care gue sama dia.

”Dun, pengetahuan umum loe seluas apa, sih? ’Kan yang nggak punya tiket dan passport cuma boleh sampai sini doang. Ada tulisannya lagi, pas di atas kepala loe yang nggak ada isinya itu.”

Gue nyengir kuda...

”Sudah, ya Dun. Nyokap gue uda manggil-manggil begitu. ’Kan kalo dia sampai manggil satpam buat ngusir loe yang menghalangi kepergian anaknya ini bisa berabe nanti. Hehe...”

”Ya, sudah. Hati-hati, ya baby (baca: beybeh). Jangan lupa, sampai Jerman langsung telepon gue!!”

Lyn tersenyum, ”Iya, tapi elo yang lebih sering telepon gue lho, maklum biaya teleponnya mahal. Lagian elo’ kan belom bayar utang gue yang waktu itu.” Lyn menggoda gue sambil melangkahkan kakinya menjauh.

Dasar, dia masih inget aja gue masih ngutang sama dia.

Bye bye, Lyn!!!” Gue menambah volume suara.

Lyn pun menengok dari jauh dan melambaikan tangannya. Kemudian dia kembali melangkah. Terlihat semakin kecil, kecil, dan akhirnya dia menghilang di ujung pandanganku.

Udara di dalam bandara terasa begitu sejuk (’kan pake ac). Entah mengapa, luasnya bandara ini masih begitu terasa sempit bagi gue dan Lyn. Dan sebesar apa pun lautan yang memisahkan kami, pasti akan dapat kami seberangi tanpa perlu ada air mata lagi.

Wuuuung...

Suara pesawat terbang yang menyapu desiran angin pun berakhir di balik awan.



Yippieeeee selesai juga neh cerita Lyn & Dun 'In The Same Earth'... fiuh... Akhirnya... Tunggu cerita yang laennya yaaaaa ;p

UAS vs GAMTEK

Ajib!!!

Bayangkan saja, UAS uda di depan mata tapi tugas gamtek blm juga kelar.UUUUUUh kesel gw!!! Masih harus kerjain di kertas kalkir neh.

Oh Tuhannnnnnnnnn... Sabar sabar... Orang sabar pantatnya lebar...

Btw selama UAS mgkn gw break dulu kirim postingan coz ga sempet. Hehe harap dimaklumi...

In The Same Earth (5) - SAME EARTH

Kenapa rasanya ingin sekali menangis? Padahal di dalam kamar sendiri, tapi kenapa tidak bisa menangis? Apa karena gue seorang cowok jadi nggak bisa menangis?

Kejadian kemarin belum bisa gue lupakan. Kencan yang berakhir dengan dentuman bianglala yang berhenti berputar dan sebuah kata putus.

Gua memejamkan mata, mencoba untuk menghilangkan diri gue dari dunia ini.

Sekarang mungkin sudah jam 09.15. Bel istirahat sekolah pasti telah berbunyi. Semuanya terlihat ribut di kantin dan tidak merasakan pedihnya hati ini. Bisa kubayangkan, Janda sedang memperebutkan barisan terdepan kantin. Hmmh... gue tersenyum kecil.

Lalu di depan ruang kelas... Lyn... Lyn... Kenapa tetap saja terbayang wajah Lyn? Padahal gue berusaha untuk membayangkan yang lain. Gue baru tahu, bila putus sama pacar akan teringat kenangan-kenangan yang indah sewaktu bersama dia.

Gue memeluk erat guling yang dari tadi berada di sebelah kaki gue. Payah, jeritku dalam hati. Kenapa dia seenaknya saja bilang putus tanpa memberitahu alasan apa pun ke gue?

Apa sudah nggak ada kata sayang lagi buat gue? Apa dia bosan sama gue? Apa... Ah, terlalu banyak apa dan apa dalam pikiran gue.

Tapi bagaimana pun juga gue harus tanya langsung ke Lyn. Gue nggak mau berakhir dengannya tanpa pernah mengetahui alasan dia memutuskan gue.

Kira-kira empat puluh menit sebelum bel sekolah berbunyi, gue telah sampai di depan gerbang sekolah.

Setelah kemarin memikirkan begitu banyak hal, pagi ini gue ga akan ragu untuk menemuinya. Pagi ini juga, gue harus mengetahui dengan alasan apa dia memutuskan gue.

Tepat seperti yang gue duga, Lyn sudah datang lebih pagi untuk berlatih vokal di dalam ruang kelas yang masih sepi.

”Lyn!”

Lyn tersentak mendengar suaraku. Dia mundur satu langkah seakan takut akan pertanyaan-pertanyaan yang akan gue lemparkan.

”Du... Dun... Pagi sekali.” Dia menyapa tanpa melihat gue sedikit pun.

”Masih latihan?” gue sedikit basa-basi.

”Iya... Ooh, kemarin kamu nggak masuk ya, kenapa? Sa... Sakit?”

Gue menatapnya tajam, heran akan sikapnya yang masih mengkhawatirkan gue. Andai gue bisa mengatakan bahwa kemarin gue nggak masuk karena masih kecewa sama dia.

Dia balas menatap gua sendu. Seakan berkata, ”Maaf Dun, maaf...”

”Lyn, kenapa waktu itu loe bilang mau putus?” Gue langsung menyerangnya to the point. Langsung saja, Lyn membelalakkan matanya.

“Karena gue emang mau putus…” katanya dengan tegas.

Hati gua semakin panas, ”Kenapa? Pasti ada alasannya’ kan? Tolong, loe jujur sama gue!”

Lyn terdiam memandangku seolah memastikan bahwa cowok yang ada di depannya sungguh adalah Dun, mantan pacarnya yang tidak pernah membentaknya seperti saat ini.

”Gue... Gue nggak mau terluka, Dun!”

”Kenapa?!” suara gue makin keras.

”Loe tahu’kan hubungan jarak jauh itu kayak gimana? Apa kita masih bisa bertahan?? Kita nggak akan pernah ketemu lagi, Dun!!” Lyn balas meneriakiku. Matanya merah dan lembab.

”Kenapa nggak bisa? Sejauh apa pun jarak kita, kalau namanya suka ya tetap suka!! Kalo pacar ya tetap pacar!!”

Emosi gue memuncak. Sungguh, gue nggak mampu membayangkan seperti apa wajah gue saat ini. Yang gue tahu, gue harus terus bertanya dan bertanya sampai semuanya jelas.

Lyn menangis. Air mata pertamanya yang sedari tadi ia tahan mengalir melalui pipinya yang kemerahan.

”Dun, apa mungkin? Bahkan gue pun nggak tahu kapan kembali ke Jakarta.” Lyn terisak.

”Lyn, kalau elo nggak bisa balik ke sini, gue yang akan pergi ke tempat elo.”

Saat ini pasti mata gue berkaca-kaca. Entah karena sedih mendengar Lyn atau terharu akan kata-kata gue sendiri yang sebenarnya sering banget gue dengar di film-film drama.

”Elo sayang sama gue’ kan?” gue menambah.

Lyn mengangguk seraya menghapus air mata yang berlinang di pipinya. Lyn mengangguk sekali lagi dan menegaskan, ”Iya...”

Gue tersenyum. Lega rasanya mengetahui kalau Lyn masih menyimpan rasa suka di hatinya.

”Gue juga masih sayang sama loe. Ibarat puzzle, sayang gue hanya bisa dipasangkan dengan sayang elo. Begitu juga sayang elo hanya bisa dipasangkan dengan sayang gue.”

Lyn semakin terisak mendengar pernyataan gue tersebut. Bahkan kedua tangannya yang mungil tidak mampu menampung tetesan air matanya lagi.

”Kita... masih bisa pacaran’ kan? Sejauh apa pun jarak kita... elo mau mencoba lagi’kan jalan bareng gue?” Gue bertanya lagi dengan penuh harap.

Lyn kembali mengangguk. Meskipun tak terdengar suaranya, tapi gue tahu dia sedang mengucapkan, ”Iya, gue mau mencoba lagi sama elo.”

Matahari fajar semakin bersinar di balik awan. Yang pasti, di mana pun kita berdua berada, matahari akan selalu mengingatkan kita bahwa kita masih berada di bumi yang sama.

In The Same Earth (4) - DI DALAM KESUNYIAN

Tidak terasa sudah lima bulan gue jalan bareng Lyn. Ada sukanya dan ada juga dukanya. Kebanyakan, sih dukanya. Entah itu diomelin karena terlambat satu menit di tempat kencan atau pun karena gue nggak memakai sepatu kalau lagi bareng dia. Apa yang salah sama kaki gue? Tetep bau, kok? Kalau sukanya, sekarang kita sudah nggak backstreet lagi.

Oh, iya ngomong-ngomong Lyn akan mengikuti perlombaan olah vokal se-SMU di Jakarta. Pantas saja dia datang ke sekolah lebih pagi untuk latihan vokal lebih banyak lagi.

”Dun, terima kasih ya.” Lyn yang berada di sebelah gue saat menaiki bianglala di Dufan memulai pembicaraan.

”Terima kasih untuk apa?” Gue bertanya sambil memandangnya.

Suasana waktu itu terasa sangat hening. Bianglala yang berputar perlahan seakan mengikuti alur cerita Lyn.

”Terima kasih untuk semuanya. Soalnya gue...” Lyn memejamkan matanya dan menghela napas panjang. ”Gue akan pergi setelah lomba olah vokal Sabtu nanti.”

”Ooh...” Entah mengapa hanya satu kata itu yang bisa kuucapkan.

”Dun?” Lyn menatapku resah.

Gue pun balas menatapnya, ”Memangnya mau pergi ke mana?”

Grek grek. Suara bianglala yang berputar semakin terdengar jelas. Jelas sekali. Semakin hening, hening, dan hanya keheningan yang dapat kurasakan.

Lyn mengepalkan tangan di atas pangkuannya. Dia mengalihkan pandangan ke tempat lain seakan sedang melihat mimpi yang jauh sekali.

Dia membuka mulutnya, ”Jerman...”

Grek grek.

Ternyata bianglala yang kami naiki telah berada di puncak tertinggi. Dari ketinggian seperti ini dapat terlihat pemandangan yang luar biasa. Angin yang berhembus pun semakin menusuk daging.

Lyn melanjutkan, ”Penyakit kakek gue semakin parah. Nyokap dan bokap ingin sekali membawanya berobat ke luar negeri tapi ia juga tidak bisa meninggalkan anaknya sendirian.” Lyn terdiam beberapa menit dan melanjutkan kembali, ”Nyokap akhirnya memutuskan untuk membawa gue ke Jerman. Gue juga nggak bisa menolak, gue nggak mau pisah sama ortu gue.”

”Kalau begitu mau bagaimana lagi... Toh, kamu bakal balik ke Jakarta lagi’kan?”

Lyn terdiam menatap laut yang seakan berada dekat dari matanya. ”Gue nggak tahu...” Lyn menjawab dengan suara kecil.

Mendengar dia berkata seperti itu, perasaan gue jadi nggak karuan. Kenapa nggak tahu? Tanya gue dalam hati.

Hari ini, kenapa Lyn terlihat begitu berbeda dari yang biasanya? Lyn yang biasanya tidak tahan bila tidak berbicara terlalu lama. Tapi baru kali ini Lyn lebih banyak diam.

”Lyn.” Gue memanggilnya, berusaha untuk membuatnya menoleh ke arah gue. Tapi dia tetap menerawang ke sisi laut. ”Lyn!” Gue berbicara lebih keras.

Dia menatap gue. Menatap diri gue dengan penuh genangan air mata. Raut mukanya menunjukkan bahwa dia sedang menahan tangisnya.

”Dun...” katanya dengan suara serak. ”Kita putus...”

Grek grek.

Suara bianglala berhenti dalam kesunyian.

Pagi-pagi Workout?!

Pagi ini gw berolahraga demi mengeluarkan keringat secara uda lama gw ga keringetan (kecuali tiap pulang kuliah coz panas banget ;p). Sedikit bocoran, inilah beberapa workout yang gw lakuin buat berkeringat dengan efek samping ngebentuk sixpack dan chest, here they are:

- sit up

- right side oblique & left side oblique crunches (kayak sit up tapi satu kaki bertumpu di atas kaki yang lain)

- knee up crunches (kayak sit up juga tapi kedua kaki ga bertumpu di atas permukaan lantai)

- bicycles (posisi sit up dengan kedua kaki digerakkan seperti sedang mengayuh sepeda)

- alligator push up (push up sambil jalan kayak buaya^^)

- jump squat (lompat-lompat ampe kaki gw berasa mau copot)

- alternating split squat jump (lompat-lompat juga tapi beda sama yang di atas, ribet gw jelasinnya)

- dive bomber (posisi push up dengan gaya sedang menyelam dan bokong turun naik (apa c? sensual banget)) ß-- menurut gw ini yang paling capek

- reverse lunges (mirip alternating split squat jump tapi ga sambil lompat-lompat geje)

Itulah urutan workout gw tadi pagi, ada beberapa yang ga ditulis sih coz namanya ribet banget. Oya, yang pasti gw sempoyongan abis olahraga kaya gitu.

Kalo lo pada mau coba workout seperti yang di atas, minumlah air sebanyak-banyaknya sebelum mulai olahraga (pastinya bakalan capek banget tuh) dan segera akhiri bila terasa ga sanggup lagi karena nyeri ato lelah. Pokoknya dalam olahraga ga boleh ada pemaksaan saat melakukannya. Ikuti radar tubuh lo, kalo tubuh lo bilang udahan ya akhirilah olahraga itu. (Omongan gw kayak pakarnya aja :p).

In The Same Earth (3) - MY DOG, KIWI

”Dun, ajak Kiwi jalan-jalan, ya!” Nyokap gue memanggil anaknya yang mirip Tom Cruise (sembilan puluh tahun) ini dengan penuh semangat.

”Males, ah! Suruh bapak aja!” teriak gue yang mirip Tom Cruise (sembilan puluh tahun) ini dari kamar.

”Bapak kamu’kan lagi reuni di Petamburan. Masa harus Ibu, sih? Ibu’kan mesti masak bantuin Bi Inah! Kamu mau jadi anak durhaka, ya?!”

Keluar, deh jurus terampuhnya. Begitu teganya memanggil gue anak durhaka.

Akhirnya, di minggu pagi yang cerah ini gue pergi keluar bersama Kiwi, pujaan hatiku. Kiwi ini sudah berumur sepuluh tahun, termasuk awet juga dia untuk ukuran anjing. Tapi jalannya jadi lelet begitu. Kalo dihitung, satu langkahnya Kiwi sama dengan empat langkah ikan teri. Lho...

Paling males, tuh kalo Kiwi tiba-tiba minggir di jalanan terus plupbrut (baca: buang air). Gayanya ’sensual’ banget dan menarik perhatian banyak anjing cewek. Coba kalau loe bukan anjing gue, udah gue buang ke kali gara-gara gaya loe yang lebih ’sensual’ dibandingkan gaya tuan loe ini.

”Dun!!! Lagi bawa anjing loe jalan-jalan, ya?” Terlihat Lyn dari jauh melambai-lambaikan tangannya ke gue.

Wow! Bukan kebetulan, neh bisa ketemu sama Lyn. ”Lho, loe ngapain di sini? Rumah loe’kan ga di deket sini?”

”Gue Cuma mau ketemua sama elo. Nggak boleh ya?”

What... What did she say? Mau ketemu sama gue?? Akhirnya, dia rindu juga sama gue.

”Dun, gue Cuma mau ingetin kalo utang loe ke gue belum lunas.”

Lyn nyengir kuda...

Gue bengong...

”Ke sini cuma mau bilang itu?” tanya gue menegaskan.

”Iya, soalnya gue lagi bokek. Jadi jangan lupa, ya!” Lyn nyengir lagi, ”Eh, nama anjing loe siapa? Lucu banget, sih.”

Kurang ajar, anjing tua kayak begini dibilang lucu?? Masa’ Lyn lebih tertarik sama seekor anjing kampung ketimbang pacarnya sendiri? Liat aja, loe nggak bakal gue kasih makan seharian!!

”Namanya Kiwi.” jawab gue.

”Halo, Kiwi... Salam kenal, ya.” Lyn tertawa manis sambil mengelus kepala Kiwi dan Kiwi pun membalas dengan kibasan ekornya yang kutuan.

”Dun, Kiwi punya pitak, ya? Itu, lho yang ada di pantatnya.”

”Pitak?” Gue bertanya penuh ketidakpercayaan. Sekali pun Kiwi kutuan ga mungkin’kan kalo kutunya makan bulunya juga?

Tapi setelah diperhatikan baik-baik, memang terdapat pitak di pantatnya yang dahulu kala nggak pernah ada. Kalau digambarkan, pitak itu seukuran kuku jari kelingking tangan gue, bentuknya segitiga dan berenda-renda pula. Hehe... bercanda, deh.

Sepulangnya dari jalan-jalan bareng Kiwi, gue langsung bertanya pada Bi Inah mengenai pitak Kiwi.

”Oh, pitak itu...”, Bi Inah menyambung, ”Kemarin Kiwi lagi tidur-tiduran di kebun belakang.”

Lah, apa hubungan pitak sama lesehan di kebun? Gue bertambah penasaran, ”Terus...?”

”Bi Inah’kan lagi motong rumput, Bi Inah kira bulu Kiwi itu rumput. Ya, kepotong, deh sama gunting di tangan Bi Inah.”

Tunggu...! Bulu Kiwi dikira rumput? Rumput’ kan warnanya hijau, panjang, dan tertanam di tanah. Sedangkan bulu anjing ’sensual’ itu’kan warnanya cokelat kampung, berantakan, dan tertanam di kulit Kiwi. Apa persamaannya..??

”Permisi, Nak Dun. Bi Inah mau beli merica dulu.” Bi Inah pergi melewati gue yang masih bingung bengong seputar rumput ijo dan bulu cokelat kampungnya Kiwi.

Rumput warnanya ijo... Bulu Kiwi warnanya cokelat kampung... Rumput warnanya ijo... Bulu Kiwi warnanya cokelat kampung...

Mau dipikir sampai jenggotan juga beda!!!


Laptop Busuk

Senin, 2 Juni 2008

Yap, sehabis pulang kuliah jam satu siang, gw berencana untuk berkunjung ke kosan Tiwi, kosan yang paling enak untuk numpang nge-net. Hahaha berbahagialah kalian yang ga menjadi teman gw karena kalian ga merasakan pahitnya hidup bila internet kalian dimonopoli oleh manusia tak tau diri ini.

“Nge-neeeeet!!!!” Teriak gw saat membuka pintu kosan Tiwi.

”Wadooooh...” Seperti biasa...pemiliknya mengeluh.

Secepat kilat gw menyalakan notebook-nya (tanpa minta ijin dulu) dan menunggunya benar-benar siap untuk digunakan dengan hati berdebar-debar. Dengan penuh rasa haru gw pun langsung membuka mozilla firefox, mengakses friendster dan blog gw serta kembali menunggu koneksinya berjalan...

Menunggu...

Menunggu...

Dan masih menunggu...

Problem Loading Page.”

HUAPAAAAAAAAAA??? Kok ga bisa????

”Wi, kok ga bisa c?” gw mengeluh sama pemiliknya.

Menurut teori gw, kerusakan pada notebook bergantung pada pemiliknya. Kalo lagi lemot berarti pemiliknya juga lemot. Kalo lagi eror berarti pemiliknya yang eror. Pernah karena teori cerdas gw ini, Tiwi memukul gw meraja dan merela.

Spontan Tiwi jawab, ”Setiap lo ke sini pasti inet gw ga bisa dipake deh.” Pernyataan ini gw akui bener 100%. Huhuuu sensi banget laptopnya sama gw.

”Kurang ajar lo, jadi gimana neh??”

“Kalo uda konek biasanya muncul kuning-kuning gitu.” Eits, jangan mikir aneh dulu. Kuning-kuning yang dimaksud di sini thu cahaya kuning di kabel yang nyala kalo uda konek.

“Coba matiin dulu tar nyalain lagi.”

“Iya iya.” Jawab gw pasrah.

Setelah dinyalakan lagi, cahaya kuning pun muncul dan gw senang banget, ”Wah nyala Wi, nyala! Hebat, hebat!” Setelah kejadian itu gw baru nyadar kalo gw norak banget. Tapi...

Problem Loading Page.”

”Tiwiiiiii, Neh kenapa lagi? Uda muncul kuning-kuning tapi, kok tetep ga bisa???”

”Hadoooooooooh. Emang suka nyebelin.” Cewek ini pun kesel sendiri.

Gw hanya bisa geleng-geleng lagi tiap kali gw matiin dan nyalain laptop-nya. Mungkin uda nasib gw ditolak mentah-mentah sama laptop Compaq yang ga punya nama itu.

Alhasil, selama hampir 2 jam gw di depan laptop tanpa ngerjain apa-apa coz inet-nya ga bisa dipake. Akhirnya gw memutuskan pulang bersama teman sepermainan gw, Carlos Halaiyum Gambreng yang baru aja dateng.

Seperti biasa, sebelum pulang gw selalu ke wc dulu bersama Carlos untuk penghabisan (mengerikan ga c susunan katanya, ke wc bareng Carlos?!) dan Tiwi dengan girang nyusul gw.

Hah? Mau apa neh orang nyusulin gw ke wc?? Jangan-jangan dia mau berlaku semena-mena sama gw gara-gara inet-nya ga bisa dipake!

”Vaaaaaan, inet-nya uda bisa!! Asyik!!!”

”Hah?? Serius lo?” Gw terheran-heran di depan wc.

“Tuh’kan kalo lo pulang inet-nya bisa!”

“Kurang ajar!!!!” dengan tenaga badak gw langsung menuju kamar Tiwi dan melihat buktinya sendiri. Oh, memang... Inet-nya uda jalan lagi. Sial!

”Bisa ’kaaaaaan??” Kayaknya Tiwi seneng banget liat gw dipermainkan sama laptop jahanam itu. Uuuuh gondok banget deh!

”Yadah, gw pulang y!”

Dan gw bersama Carlos pun meninggalkan Tiwi beserta piaraannya (laptop) dengan rasa tertuduh. Oh, mengapa, bahkan laptop pun menolak gw?

Mungkin dalam hati Carlos berkata, ”Kasihan juga kawan gw ini. Sebaiknya gw membelikan Ovan laptop VAIO saja biar dia tidak menderita dijadikan bulan-bulanan piaraannya Tiwi.”

Gw diem memikirkan perkataan dalam otak gw itu dan melanjutkan dalam hati, ”Ga mungkin orang pelit bisa ngelakuin hal itu. GAK MUNGKIN!”